Pencegahan Korupsi di Indonesia
![]() |
foto: Stop Korupsi |
Korupsi merupakan hambatan serius bagi pembangunan Indonesia dan pemberantasan korupsi telah menjadi prioritas utama era reformasi. Rakyat Indonesia memilih Presiden Yudhoyono pada tahun 2004 sebagian besar karena janjinya untuk memerangi korupsi dan korupsi, dan pesan itu terus berlanjut selama masa jabatan keduanya. Pemerintah Indonesia mendukung berbagai lembaga yang bertugas memerangi korupsi, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pengadilan antikorupsi nasional. Pemerintah telah memasukkan masyarakat sipil dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) ke dalam proses reformasi untuk menciptakan berbagai jaringan pelaku antikorupsi.
Pemerintah Indonesia juga mereformasi kerangka peraturan utama, seperti peraturan bisnis dan pengadaan publik. Peringkat persepsi korupsi Indonesia terus menurun. Survei iklim investasi menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam persepsi perusahaan lokal tentang parahnya korupsi.
Namun, korupsi tetap menjadi masalah serius dan secara keseluruhan, kemajuannya lambat. Salah satu alasan lambatnya reformasi pada isu-isu korupsi adalah tertanam kuatnya budaya patronase. Seringkali, tindakan penyuapan atau korupsi tidak dipandang oleh otoritas Indonesia sebagai praktik korupsi. Oleh karena itu, meningkatkan pelatihan dan pengetahuan tentang jenis-jenis kegiatan yang merupakan korupsi adalah kunci untuk mengubah sikap ini.
Tantangan kedua untuk memberantas korupsi adalah bahwa mekanisme pengawasan di Indonesia sebagian besar kekurangan sumber daya. Banyak lembaga tidak memiliki kapasitas dan keterampilan lanjutan yang diperlukan untuk menangani kasus-kasus korupsi yang kompleks dan penyalahgunaan pengeluaran publik, khususnya dalam teknik investigasi, pengawasan dan wawancara. Ada juga kelangkaan pelatih yang mampu memberikan bimbingan dan instruksi yang diperlukan secara berkelanjutan dan konsisten. Upaya reformasi lebih lanjut adalah komunikasi dan koordinasi yang lemah di antara lembaga-lembaga kunci seperti Kejaksaan Agung (Kejagung), Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) dan KPK. Hal ini menghambat pembagian informasi, kemampuan untuk mengumpulkan sumber daya, dan pada akhirnya penuntutan kasus korupsi yang efektif.
Tantangan yang ketiga bagi pemberantasan korupsi di Indonesia adalah lemahnya sistem untuk pemilihan pejabat publik di Indonesia. Sistem di Indonesia ini menjadikan peluang untuk melakukan tindakan korupsi semakin terbuka lebar. Bayangkan saja, untuk menjadi kepala desa di Indonesia bisa mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk melakukan kampanye mulai dari puluhan juta bahkan bisa sampai ratusan juta rupiah. Sedangkan gaji untuk kepala desa terbatas dan tergolong kecil. Hal ini tentu membuka peluang yang lebar untuk melakukan praktik korupsi sebagai kopensasi dari dana kampanye yang dikeluarkan tadi. Kasus ini merupakan kasus yang tingkatannya paling rendah, bagaimana jika tingkatan bupati, gubernur, anggota DPRD bahkan Presiden dan DPR pusat? Tentu biaya kampanye bisa sampai milyaran rupiah.
Di era kepemimpinan Presiden Jokowi, indeks korupsi Indonesia kembali mengalami penurunan. Indonesia menempati peringkat ke 110 dari 180 sebagai negara terkorup di dunia yang menempatkan Indonesia sejajar dengan negara seperti Gambia, Malawi, Nepal dan Sierra Leone. Bahkan di Asia tenggara posisi Indonesia berada di bawah negara Malaysia dan Timur Leste. Lembaga yang paling di percaya publik saat ini KPK menjadi lemah dengan revisi undang-undang dan menjadikan pegawainya sebagai ASN yang tentu dapat dengan mudah di intervensi. Kasus Novel Baswedan juga menjadi catatan kusus terhadapa KPK, ditambah lagi dengan masih buronnya Harun Masiku.
Semoga para pejabat dan seluruh rakyat Indonesia sadar dan paham tentang bagaimana bahaya korupsi untuk keberlangsungan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia.
0 Komentar